Sabtu, 28 Juni 2014

Teori Behaviorism

Latar Belakang
         Seperti yang kita ketahui, belajar adalah suatu proses dimana kita mendapatkan suatu ilmu pengetahuan, yang tadinya tidak tahu menjadi tahu dan yang tadinya tahu menjadi lebih paham. Dengan kata lain proses belajar itu dengan menggunakan metode penghafalan. Dengan menghafal kita bisa mendapatkan hasil dari proses belajar. Tetapi kebanyakan hal seperti ini diterapkan di dalam pembelajaran. Contohnya guru (pendidik) hanya menilai dari perkembangan kognitifnya saja. Oleh karena itu untuk membantu guru dalam menjalankan proses belajar mengajar dengan baik diperlukan teori belajar behaviour karena pengertian pandangan belajar menurut teori behaviour adalah suatu proses perubahan, yakni perubahan dalam perilaku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya karena memperoleh hasil belajarnya (stimulus-respon/sebab-akibat).

Tujuan Penulisan
Kognitif :
1.     Menjelaskan tentang teori belajar behaviour (C2)
2.     Memberi contoh tentang penerapan teori behaviour di dalam proses belajar (C2)
3.     Menguraikan pendapat para tokoh dalam teori belajar behaviour (C2)
Afektif :
1.     Mengaitkan proses belajar dengan teori belajar behaviour (A4)
2.     Menghubungkan teori belajar behaviour di dalam proses belajar (A4)
3.     Memilih pendapat teori mana yang mudah dipahami (A3)
Psikomotorik :
1.     Membedakan teori belajar behaviour dengan teori lain (P1)
2.     Mempraktekkan bagaimana teori belajar behaviour dilakukan (P3)
3.     Mengikuti pendapat teori mana yang dipakai (P3)


Teori behaviorism
A.  Pengertian

Behaviorism merupakan suatu pandangan teoritis yang beranggapan, bahwa pokok persoalan psikologi adalah tingkah laku, tanpa mengaitkan konsepsi-konsepsi mengenai kesadaran atau mentalitas ( Syarifan Nurjan, dkk. 2009).
Teori belajar psikologi behaviouris yaitu tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengamatan. Teori behaviouristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukan orang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan dan pembiasan semata.
Dalam perspektif ini, para penganut aliran behaviourisme (behaviouris) menaruh perhatian pada perasaan penghargaan maupun hukum dalam mempertahankan atau mengurangi kecenderungan munculnya perilaku tertentu ( Carole Wade dan Carol Tavris, 2008).
Behaviourisme sebagai sebuah teori psikologi dan pembelajaran menjadi berpengaruh pada awal abad keduapuluh dan mencapai puncak kejayaannya pada tahun 1950-an dan 1960-an. Teori tersebut berakar dari penelitian Ivan Pavlov di Rusia di sekitar pergantian abad yang lalu. Konseptualisasi dasar ini pada umumnya disebut “model pemprosesan informasi manusia”. Gagasan dasarnya adalah bahwa manusia memproses informasi melalui serangkaian sistem yang berbeda. Pendekatan ini menghargai perbedaan, menghargai keunikan individu, menghargai keberagaman dalam menerima dan memaknai pengetahuan (Iskandar Wiryokusumo, jurnal behaviourisme, kognitivisme, dan kontruktivisme : teori belajar dan implikasinya terhadap pembelajaran).

B.   Pandangan para tokoh mengenai teori behaviorism

1.     Teori belajar menurut E.L. Thorndike

Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati.
Dasar teori Thorndike awalnya dibuat dengan melakukan eksperimen terhadap binatang. Penelitian didesain untuk menentukan apakah binatang mampu “memecahkan” suatu masalah melalui pemikiran atau melalui lebih dari proses dasar. Menurut Thorndike, penelitian dibutuhkan karena sedikitnya data objektif .” sudah seringkali terjadi peristiwa kehilangan anjing dan tidak ada satu orangpun yang mengumumkannya atau membuat laporan kedalam majalah ilmiah ( Syarifan Nurjan,dkk. 2009).




2.     Teori belajar menurut J.B. Watson dan Ivan Pavlov ( Classical conditioning)

-      John B. Watson
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson juga percaya bahwa kepribadian manusia yang terbentuk melalui berbagai macam conditioning dan berbagai macam reflex.
Watson mengemukakan bahwa bayi pada saat kelahirannya hanya memiliki tiga respon emosional. Ketiga respon emosional tersebut adalah takut, marah, cinta. Respon takut misalnya dimulai dengan meloncat atau gerak badan dan nafas yang tersengal. Respon takut diamati dalam lingkungan alam setelah suara gaduh atau kehilangan dukungan terhadap bayi. Merujuk kepada pendapat Watson kehidupan emosional kompleks orang dewasa merupakan hasil dari conditioning atas tiga respon dasar terhadap berbagai macam situasi. Inilah dasar dari apa yang kemudian dikemukakan J.B. WATSON (1913) sebagai Behaviourisme. Jika dasar-dasar fisik dapat dipergunakan untuk menerangkan fungsi-fungsi psikis, maka tentu juga dapat dipergunakan untuk mengadakan penyelidikan terhadap hewan. Fungsi-fungsi mental dalam kegiatannya tentu juga mengikuti hukum-hukum dalam mekanika. Hubungan-hubungan antara rangsang-rangsang dan perubahan-perubahan disatu pihak dengan reaksi atau jawaban-jawaban dalam bentuk tingkah laku dipihak lain menjadi objek penelitian yang mengarah ke tumbuhnya bermacam-macam pendekatan dengan dasar teori behaviourisme dan teori belajar (Singgih D Gunarsa,1982).

-      Ivan Pavlov
Pada dasarnya menurut teori ini adalah perilaku dapat dibentuk dengan cara berulang-ulang, perilaku itu dipancing dengan sesuatu yang memang menimbulkan perilaku tersebut dan siswa/siswi dapat dikondisikan untuk memiliki kesadaran dan sensitifitas gender sejak dini melalui pengalaman dalam belajar.

3.     Teori belajar menurut Chalk Hull
          Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Teori hull sangat dipengaruhi oleh teori revolusi yang dikembangkan oleh Charles Darwin. Bagi Hull, seperti dalam teori revolusi semua fungsi perilaku bermanfaat terutama untuk menjaga kelangsungan hidup. Oleh karena itu dalam teori Hull kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis menempati posisi sentral. Stimulus hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, meskipun responnya mungkin bermacam-macam. Setelah skinner memperkenalkan teorinya, tidak banyak yang menggunakan teori ini, meskipun masih sering digunakan dalam berbagai eksperimen di labolatorium (Nursalam, 2008).


4.     Teori belajar Menurut Edwin Guthrie

            Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar.
            Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena itu dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
            Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Siswa harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).

C. Aplikasi dalam Pembelajaran Behaviorism

          Aplikasi teori behaviouristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti berikut ini :
          a.tujuan pembelajaran
b. sifat materi pelajaran
c. karakteristik pembelajaran
d. media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia
          Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behaviouristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transferof knowledge) ke orang yang belajar struktur pengetahuan tersebut.
        Pembelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid. Demikian halnya dalam pembelajaran, pembelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh sebab itu para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pembelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pembelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.

D. Implikasi Teori Belajar Behaviorism

Ada beberapa implikasi teori behaviouristik dalam pembelajaran, antara lain :
1.     Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behaviouristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar.

2.     Peserta didik dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. 
   
  
3.     Karena teori behaviouristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka peserta didik atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat.
  
4.     Evaluasi menekankan pada respon pasif, keterampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test.

Analisis Teori
Kaum behaviouris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang siswa dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behaviouristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hierarki, dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul,1997).
     Pandangan teori behaviouristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behaviouristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Pandangan behaviouristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi siswa, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behaviouristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
     Teori behaviouristik juga cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang berpengaruh yang mempengaruhi proses belajar. Jadi teori belajar tidak sesederhana yang dilukiskan teori behaviouristik.


Daftar Pustaka


http://ejournal.unirow.ac.id/ojs/index.php/unirow/article/view/22 jurnal behaviourisme, kognitivisme, dan kontruktivisme : teori belajar dan implikasinya terhadap pembelajaran.

Grendel, Bell.1991. Belajar dan Membelajar Edisi 1. Jakarta : CV. Rajawali.

Gunarsa, Singgih D. 1982. Dasar dan Teori Perkembangan Anak. BK Gunung Mulia

Nurjana, Syarifan. 2009. Psikologi Pembelajaran. Surabaya : Amanah Pustaka.

Nursalam. Pendidikan Keperawatan. 2008. Jakarta : Salemba.

Wade, Carole dan Carol Tavris. 2008. Psikologi Edisi 9 Jilid 1. Jakarta : Erlangga.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar